Rabu, 23 Januari 2013

Kesibukan Dokter Bukan Penghalang untuk menjadi Penghafal Al-Qur'an

Jika kita mendengar adanya santri-santri yang hafal Al-Qur’an, hal itu barangkali tidaklah mengherankan. Kita akan berpikir bahwa hal itu wajar karena mereka memang menghabiskan sekian banyak waktu untuk mengaji, baik menghafal Al-Qur’an maupun mempelajari berbagai disiplin ilmu lainnya. Namun, bagaimana jika ternyata yang mulai menghafalkan Al-Qur’an adalah seorang dokter dan kemudian ia benar-benar berhasil menjadi seorang Hafizh Al-Qur’an?
Pertama-tama tentu kita akan bertanya, adakah waktu yang tersisa untuk menghafal dan mengulang , padahal betapa sibuk pekerjaan yang digeluti dan tanggung jawab yang diemban sebagai dokter. Hal ini sempat pula terpikir dalam benak dr. Abdullah Mulhim. Ia adalah seorang dokter yang sebenarnya sejak kecil ingin menjadi seorang panghafal Al-Qur’an. Namun, karena kuliahnya di fakultas kedokteran, lalu berprofesi sebagai dokter, ia anggap hal itu sebagai “penghalang”. Ternyata, ketika ia berhasil menghilangkan “penghalang” yang sebenarnya dibuatnya sendiri, yang sesungguhnya hanyalah ilusi. Keinginan untuk menjadi seorang hafizh Al-Qur’an pun menjadi kenyataan.

Tentang perjalanan yang dilaluinya dalam menghafal Al-Qur’an, ia mengisahkan...

Aku mempunyai pengalaman pribadi dalam mewujudkan mimpi ini. Aku sempat berhenti sekian tahun dalam proses menghafalkan Al-Qur’an karena merasa tidak mampu menghafalkannya. Di hadapanku, terdapat tirai penghalang yang sebenarnya bersifat kejiwaan dan aku buat sendiri. Itulah yang menghalangiku dan menjadikanku berhenti menghafal sekian lama, Akan tetapi, dengan karunia Allah, aku mengerti bagaimana cara menembus tirai penghalang ini, kemudian mewujudkan mimpi itu. Aku pun benar-benar bisa mewujudkannya.

Sebenarnya, aku sudah mulai menghafalkan Al-Qur’an sejak kanak-kanak, dengan bantuan ayahku di sebuah halaqah tahfizh. Aku berhasil menghafal Surat Al-Ikhlas hingga Surat Ad-Dhuha. Sesudah itu, kemampuanku menghafal tiba-tiba menurun. Pasa masa remaja, semangat itu muncul kembali hingga aku berhasil menghafal 5 juz terakhir. Bahkan, aku sempat ikut musabaqah (lomba) dan meraih nilai istimewa. Namun, setelah itu terpikir olehku bahwa aku tidak akan mampu meneruskan hafalan. Aku merasa tidak lagi memiliki kemampuan untuk menambah hafalanku. Begitulah tahun demi tahun hal itu berlalu sampai aku lulus dari fakultas kedokteran tanpa bisa menambah, kecuali hanya 1 juz.
Kemudian, Allah menakdirkanku berangkat ke Ameriika. Di sana aku ditakdirkan menunaikan shalat dengan bermakmum di belakang seorang dokter spesialis bedah, dr. Raghib As-Sirjani, yang ternyata adalah seorang hafizh Al-Qur’an. Aku betul-betul menikmati shalat berjamaah di belakang beliau, yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku sangat kagum terhadap beliau, seorang dokter spesialis, tetapi hafal Al-Qur’an.
Aku pun memberanikan diri untuk bertanya kepada beliau, “Bagaimana tuan meluangkan waktu untuk menghafal, sedangkan tuan adalah seorang dokter bedah dengan kesibukan yang sudah mengisi penuh waktu yang tuan miliki? Aku sebenarnya memiliki waktu yang jauh lebih banyak dari tuan. Aku pun sebenarnya ‘bermimpi’ untuk bisa menjadi hafizh Al-Qur’an. Namun, sampai sekarang aku belum bisa mewujudkannya?”

Dengan ringannya, beliau memberikan jawaban, “Apa dan siapa yang menghalangi dirimu untuk menghafal? Cobalah hilangkan penghalang yang sebenarnya hanya ilusi dan kejiwaan itu, yang Anda buat sendiri. Percayalah padaku bahwa Anda pasti bisa menghafal Al-Qur’an”

Kalimat yang beliau ucapkan tampaknya sangat sederhana, tetapi sebenarnya sangat mengena da langsung menohok diriku. Ternyata benar, hanya setahun setelah peristiwa ini, dengan karunia Allah akhirnya aku berhasil menghafal Al-Qur’an.

Pengalaman pribadinya ini pun ia tulis dalam sebuah buku tentang motivasi untuk menghafal Al-Qur’an. Judulnya sangat menarik, yaitu Haqqiq Hilmaka fii Hizhfil Qur’an (Wujudkan Mimpimu dalam Menghafal Al-Qur’an). Ia berkata, “Aku telah mengetahui jalan itu. Aku ingin menuliskannya kepada pembaca yang budiman dalam buku ini sehingga pembaca bisa mencapai apa yang telah aku capai, hafal Al-Qur’an.” Buku ini pun diberi pengantar oleh seorang motivator, Dr. Thariq Suwaidan, dan seorang qari’ besar, Syekh Sa’ad Al-Ghamidi.

Betapa elok apa yang dilukiskan oleh dr. Abdullah Mulhim dalam buku tersebut. Sebuah peta untuk mencapai tujuan dan langkah untuk mewujudkan mimpi hafal Al-Qur’an. Sebuah proyek yang tidak mengenal kata gagal. Proyek itu berawal dari keinginan dan hasrat yang kuat. Kemudian, seiring dengan perjalanan waktu dan perencanaan yang baik, “mimpi” itu akhirnya menjadi kenyataan. Seorang dokter dengan kesibukan yang sangat saja bisa menjadi penghafal Al-Qur’an, bagaimana kita? Bisakah kita?

Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa menjadikan motivasi bagi kita yang membacanya :)

sumber :
"Balita pun Hafal Al-Qur'an"
(kisah inspiratif para bocah, lansia, dan orang-orang luar biasa penghafal Al-Qur'an)
karya Salafuddin Abu Sayyid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar