Selasa, 10 November 2020

24 Jam Menuju Kematian

Jika setiap manusia punya alarm yang akan berbunyi pada 24 jam sebelum waktu kematiannya, dan alarm milikmu berbunyi sekarang, apa yang akan kamu lakukan?
Pagi hari ini Hitam dikagetkan oleh bunyi yang berasal dari jam tangannya, ketika ia sedang bersantai-santai di atas kasur. Seperti biasa, pagi ini dia menghabiskan waktu untuk bermain game online di ponsel kesayangannya. Seketika Hitam terdiam setelah mendengar bunyi tersebut, matanya tertuju pada jam tangan yang mengeluarkan cahaya merah berkedip-kedip setelah bunyi itu datang. Dan, tadi itu bunyi yang khas yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Ia tahu apa artinya ini.

Hitam segera menyelesaikan permainan di game online-nya, beranjak dari posisi tidurnya dan membuka salah satu aplikasi chat di telepon genggamnya. "Oy gengs, kumpul di cafe biasa yok. Setengah jam dari sekarang udah di sana ya, buruan. Penting nih," begitulah pesan yang Hitam kirim di group chat berisi teman-teman terdekatnya. Hitam segera keluar dari kamar untuk mandi dan bersiap-siap berkumpul dengan teman-temannya. Namun, saat keluar kamar ia temukan sosok kakaknya, Putih, berdiri di depan pintu kamar.

"Eh, Dek. Baru aja Kakak mau ngajak kamu sarapan bareng," sapa Putih.

"Mau mandi dulu," jawab Hitam dengan singkat dan agak dingin, seperti biasa. "Oh iya Kak," Hitam berhenti di depan pintu kamar mandi.

"Barusan alarm gue bunyi, Kak. Alarm yang di akhirnya ada kelap kelip warna merah gitu," kata Hitam dengan nada agak datar. Putih tercengang, wajahnya seketika pucat, menggambarkan kekhawatiran pada adik tersayangnya itu.

"Se-serius, Dek?" tanyanya memastikan.

"Iya, makanya ini gue mau kumpul sama temen-temen. Nongkrong buat terakhir kalinya," Hitam langsung menutup pintu kamar mandi dan mengakhiri pembicaraan. Sementara itu, hati Putih terasa sakit, perasaannya bercampur aduk. Ia perlu mencerna semuanya dan menenangkan diri terlebih dahulu.

***

"Kak, gue pergi dulu-" belum selesai berpamitan, tangan kecil Putih meraih lengan Hitam untuk menahannya. Putih berharap Hitam memahami apa yang ingin disampaikannya.

"Dek, jangan pergi dong. Kalau alarm itu bener-"

"Ya emang alarm itu bener, Kak. Semua orang juga udah tau kali. Kakak kalo ngalangin gue, malah makin abis ini sisa waktu gue," ucap Hitam yang mulai merasa terganggu.

"Masa kamu mau ngabisin waktu-waktu terakhir kamu buat nongkrong sih, Dek? Inget, lebih baik gunain sisa waktumu buat-" belum selesai berbicara, jam tangan Putih tiba-tiba mengeluarkan bunyi yang sama dengan milik Hitam pagi tadi. Sama persis, sampai ke bagian adanya cahaya merah kelap-kelip di akhir. Putih semakin terkaget.

"Wah, liat tuh Kak. Ternyata punya Kakak juga bunyi. Berarti waktu kita bakal abis hampir bersamaan ya. Udahlah Kak, gue mau pergi dulu. Kakak juga buruan gih cari sesuatu yang mau Kakak lakuin buat terakhir kalinya. Ntar kalo udah malem gue balik," Hitam melepaskan tangan Putih yang sejak tadi menahannya dan langsung pergi menuju tempat janjian dengan teman-temannya. Putih tak bisa berbuat apa-apa. Tanpa sadar, air mata sudah membanjiri pipinya. Bukan hanya alarm miliknya yang ia khawatirkan, melainkan juga adiknya yang memilih menghabiskan waktu bersama teman-temannya, entah untuk apa. Dek, harusnya sekarang kita cari kebaikan yang bisa kita lakuin untuk terakhir kalinya, gumam Putih dalam hati.

***

Sesampainya di cafe tempat pertemuan, Hitam menceritakan tentang kejadian pagi tadi. Ya, tentang alarmnya yang berbunyi dengan khas. Respon teman-temannya? Beberapa ada yang tertawa terbahak-bahak, ada yang tidak percaya, ada yang meledeknya. Serius, Tam? Gilak, gak nyangka bentar lagi lu bakal pergi. Begitu kira-kira responnya.

"Makanya nih, ngapain aja ya enaknya kira-kira? Pengen seneng-seneng buat terakhir kali bareng kalian," kata Hitam.

"Ya kayak biasa aja. Biasanya juga kita seneng-seneng kan. Mau ke tempat minum-minum sekarang?" salah satu teman Hitam memberi saran.

"Heh, gilak, masih pagi gini. Ntar malem ajalah itu mah," sahut temannya yang lain. Mereka semua tertawa. Wajah-wajahnya terlihat sangat menikmati hidup, tak terkecuali Hitam. Padahal ia tahu, waktunya sudah tak banyak.

***

Sekitar dua puluh satu jam sudah berlalu sejak jam tangan Hitam memberi pertanda khas itu. Putih yang sejak tadi berada di rumah tak henti menatap jendela. Ia menanti-nanti sosok Hitam yang tak kunjung pulang sejak berpamitan pagi kemarin. Dek, waktumu makin habis kan? Kapan kamu mau pulang?

Putih segera beranjak dari posisi duduknya ketika melihat sosok Hitam bersama teman-temannya berjalan -agak berlari- menuju rumahnya. Putih membuka pintu dan mempersilakan mereka untuk masuk. Wajah mereka terlihat sangat panik, napasnya terengah-engah seperti baru saja dikejar oleh binatang buas. Putih mengamati adiknya, Hitam, yang dibopong oleh beberapa temannya.

"Dek, kamu kenapa?? Kalian dari mana aja dan abis ngapain aja?" Putih agak histeris, melihat adiknya yang seperti dalam kondisi mabuk.

"Biasa Kak, tadi kita abis minum-minum. Si Hitam minum banyak banget sampe jadi kayak gitu Kak. Berantem sama beberapa orang di sana. Terus kayaknya dia emosi. Kita bawa dia keluar, tapi..," salah satu teman Hitam menjelaskan, tapi kemudian ragu untuk melengkapi ceritanya. Tatapan Putih menjadi tajam, meminta teman-teman Hitam untuk menyelesaikan ceritanya.

"Si Hitam mabok parah di jalanan. Di pinggir jalan ada yang jualan bensin, dia ngerampas beberapa botol bensinnya. Ditumpahin di jalanan bahkan ada yang sampe ke halaman rumah orang. Terus dia kasih korek, sampe api berkobar-kobar, kami jadi dikejar warga."

"Ya ampun Deeek," tangisan Putih semakin histeris. Ia merasa marah, kesal, bukan hanya kepada adiknya melainkan juga dirinya sendiri. Iya, kepada dirinya sendiri karena merasa tidak bisa menjaga adiknya dengan baik.

***

Tinggal satu setengah jam waktu yang tersisa untuk kehidupan Hitam, tetapi kondisinya masih tak sadarkan diri akibat mabuk berat. Teman-temannya sudah meninggalkan rumah Hitam karena Putih meminta mereka pergi. Sekarang, tinggal Putih yang masih dengan tangisannya, berada di samping Hitam. Putih terus melantunkan doa untuk adik tersayangnya, berharap masih ada kesempatan untuknya berbicara dengan Hitam sebelum waktunya benar-benar habis.

Di setengah jam terakhir, Hitam mulai membuka mata. Wajah sedih kakaknya menjadi pemandangan pertama yang ia lihat setelah mabuk habis-habisan.

"Kak, maafin gue," ucapnya lemah. Putih hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak tahu harus merespon apa. Tatapan Hitam mencari-cari jam dinding, untuk memastikan berapa lagi sisa waktu yang ia miliki saat ini. Hitam tahu, waktunya akan benar-benar habis sebentar lagi.

"Kak, gimana ya? Tinggal hitungan menit lagi kayaknya. Gue gak tahu harus ngapain. Lemes banget, gak bisa ngapa-ngapain," suara Hitam semakin melemah.

"Kak, kalo waktu gue udah beneran abis, Kakak jangan buang-buang waktu buat nangisin gue ya. Kakak siapin aja hal-hal yang mau Kakak lakuin, soalnya waktu Kakak kan udah mau abis juga," Hitam seperti mengoceh sendiri. Putih tak berkata-kata, ia hanya bisa terus menangis sambil menggenggam tangan adiknya.

"Kak, waktu gue masih ada sisa belasan menit, tapi gue ngantuk banget, gak bisa tahan. Gue tidur, ya Kak," mata Hitam perlahan tertutup, tetapi napasnya memang masih belum berhenti. Mungkin ini efek lelah setelah berkegiatan sepanjang hari.

Sekitar sepuluh menit lagi, waktu Hitam akan benar-benar habis. Kabut aneh mulai menyelimuti ruangan tempat Hitam dan Putih berada. Putih menyadarinya, tetapi ia tetap berfokus pada Hitam yang ada di sampingnya. Tiba-tiba terdengar suara berat yang agak menakutkan.

"Hai manusia, aku adalah waktu yang selama ini berada di dalam jam dinding rumah kalian. Aku mengamati bagaimana kalian berdua menghabiskan waktu di rumah selama ini. Kadang bermalas-malasan, kadang rajin melakukan hal baik. Kadang harimu dipenuhi kegiatan yang sia-sia, kadang kamu berbagi manfaat kepada orang lain. Kadang rumah ini dipenuhi kata-kata kasar yang menyakiti hati orang lain, kadang juga dipenuhi lantunan indah doa-doa kepada Yang Maha Kuasa. Sebentar lagi waktu Hitam akan benar-benar habis, dan Putih pun akan segera menyusul setelahnya.

Hai manusia, jika benar-benar ada alarm yang berbunyi ketika 24 jam sebelum kematianmu di dunia ini, mungkin kamu menganggap orang sebodoh Hitam tidak akan ada. Mungkin kamu menganggap, setiap orang yang alarmnya telah berbunyi tentu akan menghabiskan waktu-waktu terakhirnya untuk memperbanyak bekal kebaikannya. Namun, kamu perlu mengingat, tidak ada alarm seperti itu di dunia ini. Kamu bisa saja mati pekan depan, esok, beberapa jam lagi, atau bahkan beberapa detik lagi. Oleh karena itu, nasihat dariku -sang waktu yang mengamati berbagai macam kegiatan manusia, gunakan waktumu sebaik-baik yang kau bisa. Kamu tidak akan tahu, kapan kematian akan menjemputmu.

Napas Hitam sudah berhenti beberapa menit lalu. Ia tak sempat bangun lagi dari tidurnya sampai waktu kehidupannya benar-benar habis. Putih pun masih menangisi kepergian adiknya. Terlalu menyedihkan, sampai ia tak tahu apa yang bisa ia lakukan untuk mengisi waktu-waktu terakhirnya yang sebentar lagi juga akan habis. Bibirnya hanya bisa terus berbisik melantunkan doa, ditemani suara isak tangis dan air mata yang membanjiri.

Setengah jam kemudian, suara tangis dan air mata Putih berhenti. Begitupun, napasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar