Rabu, 13 Januari 2021

Apa Kabar, Kamu?

"Hmm.. Basa-basi, Teh," begitu jawaban yang kudengar dari lawan bicara Nana. Bukannya berniat menguping, tapi perbincangan mereka yang posisinya tepat di sampingku memang terdengar jelas. Dan lagi, sepertinya Nana dan adik tingkatnya itu memang sedang berbincang santai saja.

"Bisa-bisanya kamu jawab gitu tanpa ragu," timpal Nana setelah mendapat jawaban yang sepertinya cukup menjengkelkan untuknya. Iya, tadi Nana bertanya, menurutmu, kalau saya tanya 'apa kabar?' ke kamu itu beneran nanya atau basa-basi aja?

"Yaa, kan saya jawab jujur, Teh, sesuai sama pendapat saya," sosok lelaki lawan bicara Nana itu kembali menanggapi. Lalu obrolan mereka kembali memanjang sebab perihal apa kabar tersebut. Obrolan mereka terlihat asyik, tetapi aku malah termenung dengan pertanyaan yang dilontarkan Nana tadi.

Jika pertanyaan itu diajukan padamu, jawaban apa yang akan kamu katakan? Jika kamu menanyakan kabar kepada orang lain, apakah itu karena kamu memang ingin tahu kabarnya, atau hanya sekadar basa-basi?

***

Haloo, para pembaca. Pernah gak sih kamu mendapat pertanyaan 'hai, apa kabar?' dari orang lain? Saya yakin pernah sih. Pun menanyakan kabar kepada orang lain, pasti pernah. Apa kabar, kata-kata yang begitu sederhana, dan kesederhanaannya ternyata mampu membuat saya berpikir panjang lebar hehe.

Apa kabar, rasanya menjadi kalimat mainstream yang sering digunakan untuk membuka pembicaraan, apalagi dengan orang yang sudah beberapa lama tidak kita temui. Saya mengingat-ngingat kembali, di kondisi seperti apa biasanya saya mengajukan pertanyaan itu kepada orang lain? Oh, saat di kampus dulu saya sering menanyakan kabar teman yang kebetulan berpapasan di jalan (yang memang jarang bertemu, bukan teman sekelas). Oh, saya juga tidak jarang menanyakan kabar ketika membuka chat dengan orang yang sudah lama tidak saya hubungi (biasanya diikuti dengan adanya keperluan tertentu atau permintaan bantuan sih, hehe).

Wah, tunggu dulu. Kok kesannya saya bertanya "apa kabar" itu sekedar basa-basi ya? Apa kabar itu seperti menjadi pengganti sapaan ketika berpapasan dengan teman yang sudah jarang ditemui; apa kabar itu seperti menjadi sekadar pembuka chat sebelum menyampaikan maksud dan tujuan yang sebenarnya kepada orang yang sudah jarang dihubungi. Seringkali, saya juga bertanya kabar hanya sebagai balasan karena ditanya duluan oleh lawan bicara. Jadi, bertanya kabar hanya untuk basa-basi nih?

Kawan, saya teringat salah seorang teman kuliah saya yang sering sekali mengingatkan tentang memaknai hal-hal kecil. Pernah gak sih kita merenungi makna pertanyaan "apa kabar" ketika kita melontarkannya kepada orang lain? Ketika kita bertanya kabar, apakah kita juga memaknainya? Untuk apa sebenarnya kita bertanya kabar orang lain, pernahkah coba kita maknai?

Bukan, bukannya salah jika bertanya kabar hanya sekadar basa-basi, atau untuk memulai percakapan, atau sekadar bertanya balik, menurut saya. Namun, ketika kita bisa lebih memaknai pertanyaan "apa kabar" yang kita lontarkan, rasanya akan berbeda lho. Mungkin kita sudah terbiasa dengan "alhamdulillah, baik" atau kalimat semacamnya untuk menjadi jawaban dari pertanyaan apa kabar. Tetapi kalau kita lebih memaknai apa kabar, mungkin jawaban tadi belum memuaskan kita.

Apa kabar, bagi saya, kadang bermakna: apakah kamu sehat? Bagaimana perasaanmu hari ini, apakah baik-baik saja? Bagaimana harimu, menyenangkan? Apa saja kegiatanmu hari ini, apakah semuanya berjalan lancar? Kegiatan rutin apa yang kamu lakukan akhir-akhir ini? dan lain-lain. Loh, kalau gitu langsung tanya aja dengan pertanyaan-pertanyaan detail itu, kok pakai pertanyaan "apa kabar"? Iya juga sih, hehe. Kalau saya sih, ketika benar-benar ingin tahu kabar atau keadaan orang lain, apa kabar akan menjadi pertanyaan pembuka yang dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya di atas.

Sama halnya dengan memaknai pertanyaan apa kabar, mungkin kita pun perlu membiasakan diri untuk memaknai jawaban kita ketika ditanya kabar oleh orang lain. Keadaanku baik, alhamdulillah sehat, dan lain-lain, mari kita lontarkan sebagai jawaban yang penuh pemaknaan, bukan sekadar karena sudah di-set otomatis untuk menjawab itu. Mari kita maknai setiap kalimat yang kita ucapkan, baik ketika posisi kita sebagai orang yang bertanya kabar, ataupun ketika berada di posisi orang yang ditanya kabarnya.

Kawan, katanya yang berasal dari hati akan sampai ke hati juga. Jika kita bertanya kabar dengan pemaknaan sepenuh hati, sangat mungkin lawan bicara kita akan tersentuh hatinya, dan menjawab dengan sepenuh hati juga. Indah 'kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar