Selasa, 18 Mei 2021

Tentang Doa (2)

Assalamu'alaikum kawan-kawan pembaca! :D
Semoga kawan-kawan dan keluarga selalu dalam keadaan sehat jasmani dan rohani ya. Gimana kabarmu hari ini? Semoga tidak lupa untuk bersyukur agar bisa merasakan kebahagiaan dari nikmat-nikmat sederhana yang kita dapatkan :)

Di post kali ini, aku mau berbagi cerita seputar doa, kurang lebih masih satu tema dengan post sebelumnya hehe. Tema ini juga merupakan sharing yang aku sampaikan di kegiatan kecil-kecilan teman-teman geng kuliahku, Safari with Astagfirullah :D (iya nama kami geng Astagfirullah wkwk).

Ramadhan tahun kemarin menjadi Ramadhan yang cukup berkesan. Iya, berkesan. Karena untuk pertama kalinya dijalani dengan banyak hal berbeda. Kalau bahasa menyalahkannya, gara-gara pandemi, hehe. Salah satu hal yang paling terasa berbeda buatku adalah pelaksanaan shalat tarawih. Biasanya, suasana tarawih itu ramai, dan kadang jadi ajang buatku bertemu dengan beberapa teman lama di masjid hehe. Bukan sengaja ketemuan sih, tapi lebih ke tiba-tiba berpapasan ketika mau pulang tarawih. Shalat tarawih juga membuatku bisa merasakan shalat berjamaah di masjid dengan banyak orang (iya, kalo biasanya kan gak pernah ke masjid wkwk), bisa menyimak ceramah sebagai reminder sehari-hari, dan lain-lain. Tapi, tahun lalu berbeda. Berbeda sekali. Orang-orang hanya bisa melaksanakan shalat tarawih berjamaah di rumah bersama keluarganya. Dan mungkin banyak para imam baru yang lahir di sana, entah para ayah ataupun anak laki-laki di keluarga, yang untuk pertama kalinya, mengimami shalat berjamaah bersama keluarganya.

Suatu hari di bulan Ramadhan, selain merasakan berbagai ibadah yang berbeda, aku juga sedang dibuat lelah dengan pembelajaran daring. Entah kenapa di hari itu, pembahasan materi terasa sangaaaat lambat. Harusnya bisa sampai Z, tapi ini setengahnya pun belum terbahas. Belum lagi, banyak anak-anak yang menyampaikan bahwa mereka bingung banget sama materinya. Akhirnya diulang-ulang lagi, menghabiskan banyak waktu lagi. Ada apa dengan hari ini? batinku. Kelas ini biasanya adalah kelas yang mudah diajak belajar. Apa karena memang materinya lagi ribet-ribetnya? Apa karena puasa jadi mereka gak fokus? Entahlah. Akhirnya siang itu, aku menutup kegiatan pembelajaran masih dengan perasaan "haaah, kenapa hari ini kayak gagal bangeet belajarnya." Masih mengeluh, belum bisa berpikir jernih, untuk introspeksi diri.

Di malam harinya, aku dan keluarga melaksanakan shalat tarawih berjamaah yang diimami oleh ayah. Di akhir shalat tarawih dan witir, ayah biasanya membacakan doa seperti yang biasa dibacakan ketika shalat tarawih berjamaah di masjid. Tapi malam itu agak berbeda. Ayah membacakan doanya dengan bahasa Indonesia alias terjemahannya. Padahal di hari-hari sebelumnya (dan juga setelahnya), ayah tidak pernah membacakan terjemahannya. Selalu bahasa Arabnya. Rasanya momen itu dibuat spesial agar aku mengintrospeksi diri. Aku mendengarkan doa yang dibacakan. Maasyaa Allah, ternyata selama ini, maksud doa yang kami baca adalah seperti ini. Aku selanjutnya teringat dengan kejadian tadi siang. Ah. Kesulitan menyampaikan materi tadi siang, jangan-jangan karena aku tidak berdoa dengan serius. Padahal aku bisa berdoa, Ya Allah, hari ini materi yang akan dibahas cukup rumit, semoga Engkau mudahkan aku menyampaikan materi sesederhana mungkin, dan Engkau mudahkan anak-anak untuk fokus dan memahami materi yang disampaikan.

Ya, doa tidak terbatas oleh bahasa. Kadang, doa-doa yang disampaikan dengan bahasa Arab, yang tidak kita mengerti artinya, akan lebih sulit untuk dimaknai. Lalu, kenapa tidak dilengkapi dengan doa menggunakan bahasa yang kita gunakan sehari-hari saja? Tentu ada keadaan-keadaan khusus yang mengharuskan kita membaca doa-doa dalam bahasa Arab (contohnya bacaan-bacaan dalam sholat, itu semua doa, kan?), atau lebih afdhol ketika kita menggunakan bahasa Arab (seperti doa-doa yang kita pelajari saat TK atau SD: doa sebelum makan, setelah makan, masuk kamar mandi, dll). Tetapi, hei, selain dalam keadaan khusus tersebut, kita tidak dilarang untuk berdoa menggunakan bahasa lain bukan? Tentu tidak ada doa spesifik berbahasa Arab tentang "dimudahkannya kegiatan belajar-mengajar daring untuk materi redoks di SMA", maka sampaikanlah doa dengan bahasamu sendiri. Kita bisa memanjatkan doa yang ada pada surat Thaha ayat 25-28 yang artinya: "Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku", untuk berdoa dimudahkannya segala urusan. Lalu bisa kita tambahkan doa spesifik lainnya dengan bahasa kita, sebutkan urusannya secara spesifik, bentuk kelancaran apa yang kita inginkan, dan lain-lain. Ketika kita menyampaikan doa dengan bahasa yang biasa kita gunakan sehari-hari, ini bisa membantu kita untuk lebih memaknai doa yang kita panjatkan.

Malam itu pikiranku masih berpetualang memikirkan tentang doa-doa. Ada satu momen yang kemudian terlintas di pikiranku. Ini tentang perbincangan kedua teman sekelasku saat kelas 3 SMA. Rasanya sudah tak asing lagi jika di tahun terakhir SMA, apalagi di semester terakhir, para siswa menjadi gencar-gencarnya beribadah: sholat dhuha saat jam istirahat, berdoa dengan sungguh-sungguh sehabis sholat, dan lain-lain. Perbincangan kedua teman sekelasku itu terjadi setelah jam istirahat pertama.
A    : Eh B, lu udah sholat dhuha belom?
B    : Udah dong, gue udah doa biar nanti UN kita dilancarin, ujian praktik, SBMPTN juga
A    : Eh, kok gue malah gak berdoa itu ya
B    : Lah, lu gimana sih? Orang-orang kan jadi rajin dhuha biar ujian-ujiannya dilancarin. Kok lu malah gak berdoa buat itu?
A    : Iya, gue lupa. Gue malah berdoa supaya dosa-dosa gue diampuni dan gue gak masuk neraka.

Perbincangan itu diakhiri dengan raut wajah yang seolah mengatakan, "eh, iya juga ya". Si A seolah mengatakan, "lah iya ya, kok gue gak berdoa buat ujian gue"; sedangkan si B, "lah iya ya, kok gue gak berdoa buat kehidupan akhirat gue".

Memori tentang perbincangan itu menyadarkanku, bahwa doa tidak terbatas untuk urusan dunia saja atau untuk akhirat saja. Iya, berdoalah untuk keduanya. Kadang, doa identik dengan urusan akhirat sehingga seperti sudah biasa kalau kita memanjatkan doa seperti minta diampuni dosa-dosa, dijauhkan dari api neraka, dan dimasukkan ke dalam surga. Padahal berdoa untuk urusan dunia pun boleh, bahkan sangat perlu. Berdoa untuk kelancaran ujian, dimudahkan dalam mencari pekerjaan, dilancarkan rezekinya, dan lain-lain. Justru ketika tidak berdoa sama sekali untuk urusan dunia, rasanya kok kita sombong sekali. Padahal kehidupan di dunia ini juga terjadi atas kekuasaan Allah. Jangan lupa berdoa untuk urusan duniamu, apalagi untuk urusan akhiratmu.

Terakhir, menurutku doa tidak terbatas pada jarak maupun waktu. Sejauh apapun kita terpisah dengan orang lain, teman-teman, ataupun keluarga kita, kita masih dapat 'menjangkau' mereka dengan doa. Tidak ada batasan, orang dari desa A cuma bisa berdoa untuk orang-orang di desa tersebut, atau orang Tangsel hanya bisa berdoa untuk orang Tangsel saja. Tidak. Doa kita, bisa menjangkau saudara-saudara kita di Palestina yang sedang diberi ujian dan cobaan yang begitu luar biasa. Ingat doa saat khutbah kedua sholat Jumat, atau saat khutbah di hari raya? Di sana, terselip doa untuk seluruh umat muslim di dunia. Luas sekali bukan, jangkauannya? Salah satu contoh terjemahan doanya: "Ya Allah, ampunilah kaum mukminin laki-laki dan perempuan, kaum muslimin laki-laki dan perempuan, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha Mendengar, Mahadekat, Dzat yang mengabulkan doa".

Melanjutkan terjemahan doa di atas, ya, doa pun tak terhalang waktu. "baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal," kita selalu bisa mengirimkan doa terbaik untuk orang-orang yang sudah tiada, yang sudah meninggalkan kita terlebih dahulu. Raga mereka sudah tak ada, tetapi doa dari kita untuk mereka masih terus bisa dipanjatkan. Pun dengan orang-orang yang akan terlahir di masa depan. Fisik mereka mungkin belum ada, tetapi kita masih tetap bisa memanjatkan doa untuk mereka: berdoa untuk kebaikan bayi yang masih beberapa bulan dalam kandungan, berdoa untuk kesejahteraan keturunan kita sampai seterusnya, berdoa untuk bangsa yang lebih baik ke depannya. Baik orang yang sudah tiada, maupun yang 'belum ada', kita bisa memanjatkan doa untuk mereka.

Nah mungkin sekian yang bisa aku bagi pada post kali ini. Semoga bisa jadi reminder untuk kita, bahwa doa itu sungguh tidak terbatas. Berdoalah sebanyak-banyaknya, panjatkan segala ingin dan harapmu pada Yang Maha Kuasa, jangan membatasi doamu karena Allah sungguh Maha Mengabulkan Doa. Tentu saja, doa untuk yang baik-baik ya hehe. Bukan hanya yang baik menurut kita, tetapi mintalah yang terbaik menurut Allah, untuk kita.

Terima kasih sudah membaca post ini kawan-kawan, semoga bermanfaat ya!
Wassalamu'alaikum :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar