Senin, 31 Mei 2021

Resensi Buku: Melangkah Searah

Assalamu'alaikum kawan! ^_^

Kembali lagi di post resensi buku hehe. Di post kali ini, aku mau sharing tentang buku Melangkah Searah karya Aji Nur Afifah yang beberapa waktu lalu baru selesai kubaca. Buku ini aku beli secara online. Pertama kali tertarik sama buku ini gara-gara lihat story instagram salah satu adik tingkatku yang menggunakan fitur Q&A untuk meminta rekomendasi buku bacaan ringan seputar pernikahan dari followers-nya. Eh!! Pas banget! kata hati kecilku saat itu wkwk. Iya, pas banget buat aku yang udah mau memasuki usia seperempat abad tapi selalu merasa seperti masih anak kecil. Dari judul "Melangkah Searah" dan hasil searching review buku tersebut, aku memutuskan bahwa buku ini akan cocok untuk tipe orang seperti aku: yang minat bacanya masih rendah (jadi harus mulai dari bacaan ringan dulu) tapi juga sadar butuh pembekalan seputar pernikahan karena umur sudah semakin yaa begitulah wkwk. Dan akhirnya aku beli deh buku ini. Terus gimana, beneran cocok gak bacaannya? Bahasannya ringan gak? Yuks simak dulu resensi buku yang satu ini ^^


Judul buku       : Melangkah Searah
Penulis             : Aji Nur Afifah
Penerbit            : QultumMedia 
Tahun terbit      : Februari 2021 (cetakan kelima)
Tebal halaman  : 210 + x halaman

Sinopsis
Hari itu aku merasa seperti dilahirkan kembali, di sebuah dunia yang tak pernah kukenal sebelumnya. Sejak saat itu pula, untuk pertama kalinya derap kakiku menemani langkahmu. Kita berjalan bersama dalam derai tawa dan air mata.

Ada saatnya kita bergegas melangkah. Ada pula saatnya kita berhenti sambil terengah. Menengok perjalanan yang sudah kita tempuh dan mengatur napas di dalam dada. Semuanya kusyukuri. Bersamamu tak ada yang sia-sia.

Resensi
Cover buku "Melangkah Searah" ini begitu sederhana dengan gambar sebuah rumah kecil yang menghiasi di bagian tengahnya. Kalimat "Asam-Manis Rumah Tangga Muda" menambah ketertarikanku untuk segera mengeksplorasi setiap kata dan kalimat dalam buku ini. Yap, buku ini sejatinya adalah bentuk berbagi penulis terhadap pengalamannya dalam menjalani rumah tangga. Mungkin karena itulah, buku ini menjadi terasa ringan dan nyata, seolah membaca buku diary seseorang. Buku diary yang berisi curhatan seorang istri dan ibu, yang di dalamnya bisa diambil banyak hikmah dan pelajaran, tanpa merasa tergurui.

Rentetan tulisan dalam buku ini diawali dengan cerita akad nikah sang penulis, sebuah momen yang mengubah kehidupan penulis ke depannya. Pengalaman kehidupan setelah menikah yang disampaikan oleh penulis banyak mengandung hikmah yang bisa dipersiapkan oleh orang lain sebelum menikah. Bagiku, hikmah terbesar dari sekumpulan cerita yang ada dalam buku ini adalah kita harus mau terus belajar: belajar untuk menerima perbedaan, belajar beradaptasi dengan berbagai lingkungan baru, belajar untuk saling memahami dan menghargai, belajar ikhlas, dan lain-lain. Di awal, penulis berbagi cerita mulai dari yang sederhana seperti pengalamannya belajar memasak (ada beberapa resep masakan sederhana juga lhoo), sampai belajar hal-hal lain yang lebih kompleks. Hal-hal yang lebih kompleks ini di antaranya belajar memahami bahasa cinta pasangan, pengalaman beradaptasi dan menyikapi kebiasaan yang berbeda di keluarga pasangan, dan belajar mengomunikasikan segala hal terutama jika dirasa sedang ada masalah. Hal yang tak kalah menariknya untuk dipelajari adalah mengatur finansial rumah tangga.

Di bagian tengah menuju akhir, penulis berbagi pengalamannya dalam mengatur aktivitas sehari-hari khususnya setelah memiliki anak. Bagaimana agar kita bisa merawat dan menemani anak dalam kesehariannya, juga tetap menyelesaikan pekerjaan rumah tangga lainnya, sampai tetap memiliki waktu tersendiri untuk me time (melakukan hobi atau aktivitas lainnya yang menyenangkan hati). Di bagian akhir, penulis mengingatkan kembali tentang visi-misi rumah tangga. Visi-misi ini penting agar pasangan suami-istri tahu ke mana arah rumah tangga mereka akan dibawa. Mengutip salah satu quote yang ada dalam bagian akhir buku, "Seni berumah tangga: sederhanakan ekspektasi, tinggikan sabar, sempitkan ego, luaskan syukur, berhenti menuntut hak, mulailah memenuhi kewajiban, bumikan ikhtiar terbaik kita, langitkan niat karena-Nya."

Hal yang paling aku suka dari buku ini adalah penulis yang seringkali menyampaikan "setiap rumah tangga akan berbeda", setelah berbagi pengalaman khususnya dalam hal mengatasi kerikil-kerikil dalam rumah tangga. Penulis berbagi tips dan solusi yang ia terapkan dalam menghadapi sejumlah masalah rumah tangga, tetapi di setiap akhir bahasannya penulis akan mengingatkan pembaca bahwa setiap rumah tangga itu berbeda. Solusi yang diterapkan penulis, belum tentu akan cocok untuk diterapkan oleh pembaca. Inilah salah satu yang membuatku nyaman membaca buku ini sampai selesai, karena cara penulis berbagi yang tidak menggurui.

Buku ini juga menjadi buku pertama yang aku baca di tahun 2021, yang bahasa dan tata penulisannya benar-benar nyaman untuk dibaca. Rasanya aku tidak menemukan kalimat yang tidak enak dibaca, atau berbelit-belit. Penggunaan huruf miring (italic) pada bahasa yang bukan bahasa Indonesia juga semakin menambah kepuasanku dalam menikmati buku ini (lah gitu doang puas wkwk). Bagiku, menjadi seorang penulis bukan sekedar memiliki imajinasi atau kemampuan yang baik dalam menuangkan apa yang dirasakannya ke dalam sebuah tulisan, melainkan juga kaya akan pengetahuan terhadap penulisan yang baik dan benar sesuai EBI. Dan ini semua rasanya aku dapatkan dalam buku ini. Ah suka bangeeet pokoknya!

Walau begitu, ada satu hal yang agak menggangguku, yaitu tentang penempatan gambar-gambar yang disertai quote singkat. Quotes-nya indah, gambar latar belakangnya pun menarik, tetapi sayang kadang penempatannya kurang pas, menurutku. Contohnya, halaman quotes ini beberapa kali ditampilkan di tengah-tengah bahasan sehingga memotong kalimat pada bahasan tersebut (iya, kalimatnya belum selesai, lalu halaman selanjutnya malah terisi halaman quote, baru setelahnya adalah lanjutan kalimat yang terpotong). Salah satu contohnya ada di halaman 48-50. Di halaman 48 bagian akhir, tertulis kalimat "Kadang-kadang, kalau sudah kesal, ingin sekali rasanya menangis. Sampai". Selanjutnya di halaman 49 malah dibuat quote satu halaman penuh dengan tulisan: Allah tidak pernah main-main dengan doa hamba-Nya. Di halaman 50, barulah terdapat lanjutan dari kalimat pada halaman 48 yang terpotong: "menuliskannya di buku harian sambil terisak-isak." Menurutku, penempatan quote seperti ini kurang tepat karena seolah mengganggu fokus pembaca yang sedang menikmati cerita di halaman 48. Seperti 'iklan' yang muncul ketika kita nonton film, di tengah-tengah karakter film tersebut sedang berdialog dan dialognya belum selesai disampaikan satu kalimat. Quotes ini juga seringkali ditempatkan di tengah-tengah bahasan (walau tidak separah yang tadi, memotong kalimat). Menurutku, akan lebih nyaman jika halaman quote ini ditempatkan di akhir tiap bahasan atau judul, agar tidak mengganggu fokus pembaca.

Secara keseluruhan, seperti yang sudah aku sampaikan tadi, buku ini adalah buku pertama yang aku baca di tahun 2021 yang membuat aku benar-benar menikmati bacaannya. Bacaan yang ringan, tapi penuh hikmah dan makna. Sekian resensi buku yang bisa aku sampaikan. Semoga bermanfaat yaa, khususnya buat kamu yang lagi nyari-nyari buku tentang mempersiapkan pernikahan nih, hihi. Terima kasih sudah mampir dan membaca post ini. Wassalamu'alaikum :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar