Minggu, 11 Agustus 2019

Skripsi, Kebermanfaatan, dan Tanggung Jawab

Assalamu'alaikum kawan! Apa kabar? :)
Semoga harimu menyenangkan dan penuh berkah yaa, jangan lupa senyum dan bahagia ^^

Di posting kali ini, saya mau menceritakan dua dari banyaknya dosen-dosen hebat di Departemen Pendidikan Kimia UPI. Dua orang ini adalah dosen pembimbing skripsi saya, Ibu Sri Mulyani, M.Si (Bu Sri) dan Bapak Drs. Hokcu Suhanda, M.Si (Pak Hokcu). Sekitar selama setahun yang lalu, saya diberi kesempatan untuk mengenal kedua dosen ini lebih dekat karena banyaknya interaksi yang kami lakukan sebagai mahasiswa dan dosen pembimbing. Dan selama itu juga, saya menemukan hal-hal luar biasa dari beliau-beliau ini. Banyak pembelajaran yang saya dapatkan dari kedua dosen ini, dan ada hal yang paling tidak bisa dilupakan. Tentang kebermanfaatan dan tanggung jawab, setidaknya dua hal itulah yang paling tidak bisa saya lupakan dari kedua dosen pembimbing saya ini. Selamat membaca! :D

Pertemuan pertama dengan Bu Sri terjadi pada awal semester 1, ketika beliau mengampu mata kuliah Kimia Dasar 2. Walau dulu sempat tidak suka dengan mata kuliah satu ini (gara-gara masih shock dan belum cocok dengan cara mengajar Bu Sri saat itu), tapi kalau diingat-ingat lagi, ternyata banyak sekali nilai-nilai yang Bu Sri terapkan saat mata kuliah tersebut. Saya yakin, momen berlomba-lomba datang pagi jauh sebelum jam 7 di hari itu pasti menjadi salah satu momen yang tak terlupakan oleh anak-anak Pendidikan Kimia A 2014. Bagaimana tidak, jika datang telat maka otomatis kita akan disuruh mengajar di depan kelas. Kalau yang telat lebih dari satu orang? Orang yang paling telat yang akan mengajar di depan kelas, hehe (ini inget banget drama Amca-Leny lomba lari dari ke gedung C, cepet-cepetan berebut masuk kelas duluan biar gak disuruh ngajar; saat itu kondisinya dua-duanya udah telat wkwk). Disiplin. Kata itu yang mungkin sangat melekat pada diri Bu Sri.

Hal lain yang identik dengan Bu Sri, bagiku adalah kebermanfaatan. Bu Sri seperti memiliki kemampuan untuk menyelipkan kebermanfaatan dalam setiap hal kecil yang beliau lakukan. Hal ini juga terasa khususnya ketika saya bimbingan skripsi dengan beliau. Beliau tak jarang menekankan berulang-ulang, bahwa sejatinya setiap penelitian yang kita lakukan bertujuan untuk berbagi manfaat kepada orang banyak, khususnya dalam bidang pendidikan. Luruskan niat untuk menemukan 'hal baru' untuk kebermanfaatan, bukan hanya sekedar 'lulus kuliah'.

Saya pernah sangat mengagumi beliau ketika mendengar pemikiran beliau mengenai kebermanfaatan dalam setiap hal-hal kecil, dalam hal ini yaitu setiap hal kecil untuk menyelesaikan skripsi. Penelitian skripsi saya adalah pengembangan modul: membuat bahan ajar mandiri yang bisa digunakan siswa tanpa kehadiran guru, idealnya. Setidaknya ada 3 aspek yang perlu diperhatikan dalam membuat modul: substansi (keilmuan kimianya), metode instruksional (sistematika penyampaian materinya), dan kebahasaan. Tiga aspek ini perlu dinilai oleh para ahli agar memenuhi kriteria yang baik. Karena di dalamnya terdapat aspek kebahasaan, maka saya pun sempat menemui dosen bahasa Indonesia dan belajar (lagi) banyak tentang tata bahasa yang baik. Ketika bimbingan kepenulisan dengan Bu Sri (dan tak jarang beliau menemukan kalimat tak rampung dalam skripsi saya), beliau memberikan nasehat.

"Dea kan sudah bertemu ahli bahasa ya. Lalu dari hasil penilaian modul oleh ahli bahasa, katanya dalam modul Dea ada sejumlah tata kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan. Coba hal ini dibahas, cantumkan contoh kalimat yang salah, juga kalimat yang seharusnya bagaimana. Supaya apa? Supaya ketika ada orang membaca skripsi Dea, dia bisa belajar juga menggunakan tata bahasa yang baik dan benar. Bukan hanya untuk penelitian selanjutnya dengan tema modul, tetapi untuk siapapun. Untuk siapapun, penelitian apapun, jika membaca skripsi Dea yang di dalamnya ada bahasan aspek kebahasaan, dia bisa menerapkan kalimat yang sesuai kaidah dalam kepenulisan skripsinya. Bermanfaat, bukan? Gunakan pengetahuan Dea setelah berdiskusi dengan ahli bahasa untuk membuat setiap kalimat dalam skripsi Dea, agar kalimatnya benar sesuai kaidah," begitu kata Bu Sri. Maasyaa Allah. Setelah keluar dari ruangan Bu Sri usai bimbingan, seketika itu juga saya dan Ruqayyah (teman seperbimbingan hehe) semakin kagum akan sosok beliau. "De, Bu Sri keren banget ya. Sampai hal-hal kecil kayak kalimat aja bisa kepikiran dibikin bermanfaat untuk banyak orang," kira-kira begitu komentar Ruqay.

Pernah di suatu hari yang lain, saya dan Ruqay menemui Bu Sri kembali untuk bimbingan pasca sidang. Bimbingan hari itu ditutup dengan closing statement yang luar biasa dari Bu Sri. "Dalam rangka membuat modul dan buku yang baik, dengan tujuan yang baik, maka setiap usaha yang diperjuangkan dalam mencapainya pun harus usaha terbaik. Bukan hanya satu usaha yang dikerjakan dengan baik, melainkan semuanya dikerjakan dengan memberikan yang terbaik. Usaha ketika survei keberadaan modul di lapangan, usaha mengumpulkan sumber materi dan menyusun modul, usaha dalam mendapat hasil validasi, usaha bimbingan, usaha ketika menyusun skripsi, semuanya. Dan tentu semua usahanya diiringi dengan doa," kurang lebih seperti itu pesan yang saya tangkap dari beliau. Tabarakallah, Bu :)

Tak hanya Bu Sri, rupanya dosen pembimbing 2 saya, Pak Hokcu, juga tak kalah keren. Terlepas dari segala tekanan yang beliau berikan ketika saya, Memel, dan Imanda memasuki ruangan beliau untuk bimbingan, ternyata semuanya demi kebaikan kami sendiri. Pasca PPL sampai menuju akhir bulan Juli 2018, saya (dan teman-teman seperbimbingan dengan Pak Hokcu) sempat 'menghilang' (baca: jarang bimbingan wkwk). Bukannya tidak mau bimbingan, tetapi saat itu kami lebih fokus ke pembimbing 1 masing-masing karena memang masih ada beberapa hal dasar yang perlu ditentukan dengan pembimbing 1. Alhasil, berkat kelalaian saya tersebut, terlewatilah sidang Agustus tanpa saya menjadi peserta di dalamnya. Sejak saat itu, saya-Memel-Imanda sadar untuk harus lebih intensif bertemu dengan Pak Hokcu untuk bimbingan.

Walau kami bertekad seperti itu, tetapi karena satu dan lain hal, terkadang kami masih saja stuck di pekerjaan skripsi masing-masing sehingga tertunda-tunda lagi bimbingan menghadap Pak Hokcu. Terus, terus, tertunda, sampai datang lagi momen 'mepet' daftar sidang. Dan ketika momen itu sudah datang, kami bertiga biasanya tak berani meminta Pak Hokcu untuk cepat-cepat meng-acc (yaiyalah soalnya kami sadar suka menunda-nunda (biasanya karna perbedaan pendapat dospem 1 dan 2 nya wkwk) PR dari Pak Hokcu).

Suatu hari, mungkin Pak Hokcu membaca raut wajah kami (yang ingin segera di-acc wkwk). Kemudian beliau berkata, "saya itu sebagai pembimbing, kalian mahasiswa yang melakukan penelitian ini. Mau dibawa ke mana penelitian ini, ya terserah kalian. Saya bisa saja mempercepat kalian, nge-acc, langsung kasih izin sidang sekarang juga. Tapi saya kan pembimbing, punya tanggung jawab untuk mengarahkan penelitian kalian agar berada pada jalur yang benar. Agar penelitian kalian menjadi penelitian yang dilakukan sesuai dengan aturan yang ada. Saya tidak mau asal nge-acc, asal beres langsung acc, nanti tanggung jawab saya dimana?"

Kami terdiam. Lalu mensyukuri, mendapati pembimbing kami memikirkan agar kami dapat membuahkan hasil terbaik pada penelitian masing-masing. Terpukau, mendapati pembimbing kami yang begitu memikirkan tanggung jawabnya sebagai pembimbing. Dan segala tekanan yang dahulu sering kami rasakan dari Pak Hokcu, berakhir dengan senyuman indah beliau ketika kami menyampaikan, "mohon maaf Pak kalau selama ini kami belum maksimal, terima kasih telah membimbing kami."

Begitulah sebagian kecil cerita perjalanan skripsi saya. Terkadang berbagai hikmah dan pembelajaran dari suatu kejadian baru kita pahami di akhir. Masih teringat keluhan-keluhan yang dulu sering saya lontarkan akibat mendapati kedua pembimbing saya, Bu Sri dan Pak Hokcu, adalah orang yang perfeksionis. Yang sedikit kesalahan saja, dibahasnya bisa berjam-jam. Yang ketika orang lain sudah berlari ke depan, saya hanya bisa jalan di tempat menunggu pembimbing selesai memeriksa pekerjaan saya. Yang ketika orang lain didorong oleh pembimbingnya untuk maju, -kalo kata Apin- ini malah kita ditarik-tarik dari belakang sama pembimbing (ditahan biar belom bisa maju wkwk). Kalau versi Ani malah, pembimbing satunya narik ke belakang (kayak bilang, 'tunggu dulu'), dan pembimbing satunya narik ke depan (kayak bilang, 'ayo segera maju sidang') haha. Ternyata memang dibalik keperfeksionisan, dibalik lamanya pemeriksaan, terdapat usaha maksimal dari Bu Sri & Pak Hokcu untuk menjadi sebaik-baiknya pembimbing.

Kini, kata-kata Bu Sri, "saya tidak tahu ya yang benarnya bagaimana, coba kaji lagi," yang dulu begitu memuakkan untuk didengar, mungkin akan dirindukan. Kini, kalimat bernada tinggi Pak Hokcu, "kamu gimana sih. kamu yang bikin, kamu yang bingung" yang dulu menegangkan suasana, mungkin akan menjadi tawa ketika dikenang. Tentang kebermanfaatan dan tanggung jawab, mungkin hanyalah sebagian kecil pembelajaran yang saya dapatkan dari sosok Bu Sri dan Pak Hokcu.

Untukmu pejuang skripsi, bersabar dan bertahanlah. Bersemangatlah untuk menjemput lautan hikmah dari setiap perjuangan yang tak terlupakan! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar