Rabu, 08 Januari 2020

Mimpimu dan Semangatku

Bahkan ketika kamu mengatakan tidak punya impian pun, sebenarnya kamu punya. Hanya saja kamu belum tahu ingin mencapainya lewat jalan yang mana.

"Aku ingin menjalani hidup saja sampai meninggal nanti, lalu meninggal dengan keadaan baik."

Tak apa jika sekarang kamu hanya tahu impian paling terakhirmu: meninggal dengan keadaan baik; atau ingin masuk surga. Sekarang, tinggal kamu pilih dan pikirkan lagi, jalan seperti apa dan yang mana yang mau kamu lalui, agar impian akhirmu itu tercapai.
Selamat memasuki tahun 2020, kawan! Jangan lupa selalu bersyukur atas kesempatan yang Allah berikan kepada kita, hingga kita masih bisa bernapas, beraktivitas, dan berbagi manfaat hingga sekarang. Semoga kesempatan ini bisa kita manfaatkan sebaik-baiknya :)

Motivasi, semangat. Sama halnya dengan iman yang bisa naik turun, semangat dalam hidup pun seringkali berada di puncak maupun lembah. Ketika menjelang masa liburan, terasa semangat yang begitu membara untuk melakukan segala list keproduktifan. Namun ketika memiliki banyak waktu luang, terasa bosan padahal tidak ada kegiatan bermanfaat yang dilakukan. Ya, seperti aku, beberapa pekan lalu. Ketika masa liburan, semangatnya membludak untuk mempersiapkan ide-ide mengajar yang menarik dan menyenangkan. Dan ketika H-1 masuk sekolah, kemalasan melanda, mengancam ide-ide sebelumnya untuk hanya menjadi wacana.

Aku jadi teringat salah satu reminder dari seorang teman, kalau mau anak-anaknya semangat, maka gurunya pun harus semangat. Oh, dan ada sebuah cerita. Cerita tentang guru dan caranya mendapatkan semangatnya ...

"Bu, saya gak tau impian saya apa, saya gak punya impian. Saya cuma mau menjalani hidup aja sampai waktunya meninggal nanti," celetuk salah seorang siswa kelas X pagi itu.

"Sa, masa gak ada impian sama sekali? Nanti kalau meninggalpun, ada keinginan gak meninggalnya mau gimana?" tanya sang guru. Lalu wajah Asa, si siswa, terlihat kebingungan.

"Tadi di kelas lain, ada yang nulisin ingin meninggal dalam keadaan husnul khotimah," lanjut sang guru.

"Iyalah Bu, semua juga pasti pengennya husnul khotimah," Rahma yang duduk di samping Asa ikut menanggapi.

"Terus gimana ya caranya biar keinginan untuk husnul khotimah bisa tercapai?" sang guru memancing Asa dan Rahma untuk berpikir.

"Berbuat baik?" jawab Asa.

"Tepat, berbuat baik! Sekarang, perbuatan baik apa yang mau dilakukan sama Asa dan Rahma, agar impian untuk husnul khotimah bisa tercapai?" sang guru melanjutkan.

"Hmm. Pengen bantu orang sakit yang gak mampu Bu."

"Iya Bu, saya juga. Mau jadi dokter. Terus buka klinik gratis."

"Maasyaa Allah. Oke, berarti Asa sama Rahma mau jadi dokter ya. Untuk jadi dokter, setelah lulus SMA, apa yang harus kalian lakukan?"

"Kuliah?" keduanya menjawab dengan kompak.

"Yap. Berarti udah ada berapa tuh impian kalian? (1) kuliah di fakultas kedokteran; (2) jadi dokter; (3) buka klinik gratis. Lihat 'kan? Kalian punya banyak impian," sang guru tersenyum melihat sorot mata Asa dan Rahma yang penuh kesungguhan selama menjawab pertanyaan-pertanyaan darinya.

Ketika bel tanda pelajaran usai berbunyi, kertas-kertas "Impian-Impianku" karya para siswa dikumpulkan kepada sang guru. Kertas itu menjadi bacaan bagi sang guru selama berada di ruang guru, sambil menunggu jam pelajaran berikutnya. Berbagai macam impian hebat yang dihiasi pola pikir berbeda dari tiap anak terlukis di sana. Impian-impian yang tinggi, harapan-harapan yang indah, dan kasih sayang untuk kedua orang tua, mereka gambarkan pada selembar kertas itu.

"Aku punya siswa-siswa hebat beserta impian besar mereka. Mana mungkin guru pemalas sepertiku bisa membimbing & membantu mereka untuk mencapai ini semua. Aku harus jadi guru yang luar biasa!" gumam sang guru. Dan dari sana, semangat sang guru kembali membara.

Akhirnya, di pekan pertama masuk sekolah ini, si aku melakukan hal yang sama. Mencari semangat dari impian siswa-siswaku. Dan benar saja, begitu efektif untuk tipe orang sepertiku! Maasyaa Allah. Ternyata memang, semangat itu bisa datang dari mana saja. Bahkan seorang guru pun bisa mendapat semangat dari siswanya. Setiap proses berinteraksi dengan mereka untuk mengarahkan mereka menemukan impiannya, ternyata adalah charger untuk diriku sendiri. Lontaran celetukan seperti, "saya gak punya impian bu", "saya gak tau impian saya apa", "saya punya cita-cita, tapi takut ketinggian", dan lain-lain, semuanya menjadi bahan instrospeksi untuk diriku sendiri.

Apakah impianku bisa bermanfaat untuk banyak orang? Apa usaha yang aku lakukan sudah cukup banyak untuk mencapai impian yang tinggi itu? Apakah impianku sudah sesuai untuk menunjang diri mencapai puncak impian tertinggi: memasuki surga-Nya?

Meraih impian, apalagi impian jangka panjang, memang butuh waktu yang tak sebentar. Jalannya mungkin sangat panjang, dan mungkin akan kau temui terpaan angin kemalasan ataupun bisikan yang mengatakan, impianmu terlalu tinggi, sudahlah, berhenti saja sekarang. Maka carilah sinar matahari yang memberimu semangat, yang mengingatkan dirimu untuk terus berjalan hingga sampai di tujuan. Salah satu matahariku, adalah kamu, wahai anak-anak yang penuh impian. Hari ini mungkin kamu malu-malu menuliskan mimpimu. Tapi di masa esok ke depan, kamu mungkin menangis haru karena impianmu dulu sudah terwujudkan.

Semoga apa yang kamu impikan, menjadi takdir terbaikmu yang Allah siapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar