Rabu, 18 Maret 2020

"Pokoknya Kamu yang Salah!"

Assalamu'alaikum kawan-kawan :)
Pernah gak sih ngerasa diri kita menjadi orang yang paling terdzolimi dalam suatu keadaan? Pernah ngerasa kita orang paling menyedihkan dan kesusahan, gara-gara tindakan orang lain yang ninggalin tanggung jawabnya? Rasanya pengen bilang, "ini semua salahmu!!"
Eh eh, sebelum bahas itu, coba disimak dulu deh kisah yang satu ini ~
Nana dan Nunu adalah teman sekelas yang mengikuti suatu kepanitiaan di himpunan jurusannya. Pada awal oprec kepanitiaan, Nana yang seorang koordinator divisi mengajak Nunu untuk bergabung dalam divisinya karena tahu kemampuan Nunu sangat cocok dengan divisi tersebut. Nunu pun bersedia ikut karena tertarik dengan acara yang diadakan oleh kepanitiaan tersebut. Pekan pertama, Nana, Nunu dan teman-teman satu divisinya mengerjakan segala jobdesc dengan penuh semangat. Namun di pekan-pekan selanjutnya, ternyata Nunu 'menghilang' dan ini menyebabkan jobdesc yang dipertanggungjawabkan kepada Nunu menjadi terlalaikan. Teman-teman sedivisinya belum ada yang bisa menghandle karena mereka pun punya tugas divisi yang perlu mereka selesaikan. Beberapa kali Nana mengingatkan Nunu tentang hal ini ketika bertemu di kelas, tetapi yang didapat Nana hanyalah jawaban "iya, iya" tanpa tindakan perubahan.

Suatu hari Nana berada dalam puncak kelelahan dalam mengerjakan amanah dalam kepanitiaan tersebut. Hari itu, Nana mengajak Nunu bertemu dan untuk kembali mengingatkannya, yaa, sambil mengeluarkan segala keluh kesahnya tentang keadaan divisinya.

"Kamu kenapa jadi gini terus sih, Nu?? Kenapa kamu jadi melalaikan amanah kamu di kepanitiaan ini? Kerjaan divisi kita jadi banyak yang belum selesai. Aku kecewa sama kamu!" kata Nana.

"Loh, kecewa? Salah sendiri kamu berharap ke manusia Na, jadinya kecewa gini kan," ucap Nunu.

Nana sangat kaget dengan jawaban Nunu. Sebagai tokoh utama dalam cuplikan cerita ini, Nana merasa dirinya yang paling terdzolimi akibat perbuatan Nunu yang melalaikan amanahnya. Segala pembelaan diri membentengi Nana, 'kenapa jadi aku yang salah? mengingatkan orang itu salah, ya?? kan sudah jelas-jelas yang salah itu Si Nunu, bukan aku!!'

Untungnya, Nana adalah tipe orang yang tak ingin banyak bicara, apalagi hanya untuk berdebat mencari kesalahan. Walau Nana dalam keadaan emosi yang sedang tidak stabil, tapi ia cukup cerdas untuk menahannya demi menghindari perdebatan dengan Nunu.

Bagaimana tanggapanmu terhadap cuplikan cerita Nana dan Nunu? Pernah merasakan ada di posisi Nana? Apa yang akan kamu lakukan jika kamu menjadi Nana? Ada banyak pilihan yang bisa kamu lakukan jika kamu menjadi Nana. Kamu bisa saja membalas Nunu karena merasa kesal telah disalahkan, mengingat dan mengungkit kembali segala kesalahan Nunu selama ini, dan menyampaikannya untuk membalas perkataannya. Atau, bisa saja kamu menahan diri untuk meluapkan emosimu, pergi meninggalkan Nunu dan curhat ke teman-teman panitia lain tentang kejadian ini. Kira-kira apa lagi yang bisa kamu lakukan?

Jika kamu pernah merasakan jadi Nana, mari ingat-ingat kembali, apa kamu pernah menjadi sosok Nunu? Kalau kamu jadi Nunu, apakah kamu akan menanggapi Nana dengan cara seperti dalam cuplikan cerita tadi? Apakah kamu berpikir, 'wajar saja aku berkata begitu, karena memang Nana yang terlalu berharap'? Ketika kamu menjadi Nunu, mungkin saja kamu merasa tidak bersalah sama sekali karena kamu juga punya hak untuk memilih agenda prioritasmu dibanding kepanitiaan tersebut. Kira-kira bagaimana kelanjutan kisah Nana dan Nunu? Kamu punya ide dan solusi yang terbaik untuk mereka berdua?

Kawan, aku yakin kalian (apalagi yang aktif di berbagai organisasi atau komunitas) pernah menemui keadaan seperti pada kisah Nana dan Nunu. Entah teman-teman kalian yang mengalami, atau bahkan kalian sendiri, begitupun aku. Situasi seperti itu sangat sering terjadi selama aku belajar berorganisasi di perkuliahan, tapi sayangnya, selama itu juga aku tidak cukup menyadari sikap seperti apa yang paling tepat untuk menyikapi hal-hal tersebut. Dan akhir-akhir ini, aku baru menyadarinya. Sadar apa hayo? hehe.

Izinkan aku menyampaikan pandanganku tentang kejadian semacam ini. Jika membaca dengan sekilas, tindakan Nunu -yang melalaikan amanahnya di kepanitiaan, dengan alasan apapun- bukanlah sesuatu yang baik. Apalagi, jika hal ini menyebabkan ada orang lain yang dirugikan dan terdzolimi. Maka pesanku untuk kalian dan diriku sendiri, jika kita pernah atau sedang berada di posisi Nunu, mari perbaiki komitmen kita terhadap suatu amanah yang telah dipilih. Memang akan ada titik jenuh, tapi kita harus bisa bertahan, setidaknya sampai waktu amanah itu terselesaikan. Dan yang lebih penting, jangan sampai mencari pembenaran apalagi menyampaikan pembenaran sampai menyakiti orang lain. Mengingatkan Nana untuk tidak berharap pada manusia (berharap hanya pada Allah saja) adalah sesuatu yang baik. Tapi cobalah kita periksa kembali hati kita, apakah itu kita sampaikan dengan niat yang baik? Apa niat kita memang murni ingin saling mengingatkan dalam kebaikan, atau adakah niat 'menyelamatkan' diri dengan meng-kambing-hitamkan orang lain?

Untuk kita yang pernah atau sedang berada di posisi Nana, hei, jangan merasa seolah-olah kita adalah orang yang paling terdzolimi di dunia ini gara-gara Nunu. Kita tahu melalaikan amanah itu tidak baik, tetapi belum tentu juga kita adalah orang baik yang selalu benar, bukan? Jika kita mengalami kejadian seperti Nana, mungkin itu adalah tanda dari Allah untuk mengingatkan kita. sosok Nunu menjadi perantara agar kita memeriksa kembali hati kita. Apa benar selama ini kita terlalu berharap pada sosok Nunu, sampai melebihi harap kita kepada Allah? Jangan-jangan, tugas-tugas yang terlalaikan selama ini adalah akibat dari kita juga. Jangan-jangan kita yang terlalu sombong mengerjakan semuanya bersama teman-teman, tanpa melibatkan Allah dalam setiap langkahnya. Sampai sini, apakah kalian dapat poinnya?

Kejadian lainnya yang tak kalah sering kita alami adalah masalah kedisiplinan waktu. Misalnya Caca dan Cici janji untuk bertemu pukul 10.00. Caca sampai di tempat janjian pukul 09.45, sedangkan Cici baru sampai pukul 10.30. Apa yang sebaiknya dilakukan keduanya? Bisa saja. Caca marah karena Cici terlambat cukup lama dari waktu yang telah ditentukan; dan Cici pun marah karena ditegur Caca tentang sesuatu yang ia anggap sepele: terlambat. Caca mungkin berhak menegur dan marah kepada Cici, tapi sebelum itu, aku sampaikan sesuatu yang bisa kita ambil dari kejadian ini, sebelum 'saling menyalahkan' dan saling tidak ingin disalahkan.

Untuk kita yang pernah menjadi Caca, sebelum memarahi sosok Cici, bete, kesal, atau mengumpat kelakuan Cici, mari kita belajar bersabar. Mungkin Allah takdirkan Cici terlambat, agar kita bisa lebih banyak berlatih sabar. Mungkin Allah izinkan Cici datang terlambat, agar kita bisa lebih banyak belajar husnudzon terhadap orang lain. Sabar, mungkin ada keperluan genting yang harus Cici lakukan dulu. Sabar, mungkin Cici sudah berangkat daritadi tapi jalannya macet.

Untuk kita yang pernah menjadi Cici, sebelum membela diri kepada sosok Caca, menyangkal atau kesal karena ditegur tentang kedisiplinan, mari kita belajar menghargai. Menghargai dia yang telah datang tepat waktu, yang mungkin saja ia mengorbankan banyak hal sebelum akhirnya sampai di tempat janjian untuk bertemu denganmu. Hargai dan hormati dia, dengan mengucapkan maaf sebelum mengucap hal-hal lainnya. Mungkin Allah ingin kita lebih banyak belajar untuk memanage waktu dengan lebih baik, agar bisa menjadi orang yang disiplin.

Jadi teman-teman, yang ingin aku sampaikan adalah akan selalu ada hikmah dan pembelajaran yang bisa kita ambil untuk memperbaiki diri, dimanapun posisi kita berada. Sosok Nana dan Caca mungkin terlihat sebagai sosok yang terdzolimi oleh kelakuan Nunu dan Cici. Tapi jika kita memaknai setiap kejadian dengan lebih mendalam, ternyata ada tuh hal yang bisa diambil oleh Nana dan Caca untuk semakin memperbaiki diri. Ya, apalagi yang perlu diperbaiki oleh Nunu dan Cici, itu lebih jelas hehe.

So, sebelum mengatakan, "pokoknya kamu yang salah!", mari kita katakan pada diri sendiri, "seharusnya aku bisa lebih ...". Entah bisa lebih sabar, lebih berhusnudzon, lebih melibatkan Allah dalam setiap hal, dan lain-lain :)

Semangat kawan-kawan, mari kita jadikan setiap kejadian sebagai bahan untuk introspeksi diri hingga berujung pada perubahan diri yang lebih baik :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar