Sabtu, 06 Maret 2021

Sore Ini

Sore itu terasa panas. Matahari masih menyapa dengan riangnya, mungkin ia sangat bersemangat hari ini. Alih-alih membuatku menetap di rumah untuk menghindari panasnya, hal ini justru membuatku semakin tak sabar untuk melangkahkan kaki ke luar rumah.

Segera setelah sholat ashar, aku menyiapkan teman setia untuk menemani dalam perjalanan sore ini: sepeda keranjang berwarna biru langit dan sebuah sketchbook. Oh, tentu tidak lupa bersama pensil dan penghapusnya. Ibu mengingatkanku untuk memakai topi karena sinar matahari yang terlihat masih begitu terik. Aku mengiyakan dan meraih topi yang tergantung di balik pintu kamar. Namun, sesaat setelah keluar dari pagar rumah dan mengayuh sepeda, aku melepaskan topi tersebut dan menaruhnya di keranjang sepeda. Aku ingin merasakan matahari! Ayo, matahari, berikan suntikan semangatmu padaku lewat sinarmu sore ini! Kataku bermonolog dalam hati. Sepertinya di sepanjang perjalanan, wajahku tak bisa berhenti tersenyum saking girangnya.

Aku memperlambat kayuhan sepedaku saat mulai tiba di sisi sebelah kanan danau. Riak-riak airnya begitu menarik perhatianku, seperti sedang melantunkan melodi yang ceria. Walau panas matahari begitu nyata terasa, angin sepoi-sepoi membuat danau terlihat sejuk dan menenangkan. Aku melihat ke sekeliling danau, mencari spot yang nyaman untuk aku tempati. Tentu saja, juga mencari pohon rindang untuk berteduh dari panas matahari yang tadi aku minta-minta, haha. Hmm, tidak di sini. Banyak orang pacaran, gumamku yang melihat beberapa pasang muda-mudi duduk mesra seolah dunia hanya milik mereka.

Aku terus menyusuri pinggiran danau. Sesekali aku melihat sisi seberang danau, ada sejumlah bapak-bapak yang fokus memancing. Beberapa di antaranya datang bersama anak kecil. Anak-anak kecil di sana bermain bersama dengan riang. Baik anak-anak, maupun para bapak mereka, semuanya menikmati momen masing-masing di tepi danau yang luas ini.

Aku terhenti di sisi ujung danau, menemukan pohon yang tak begitu besar tetapi cukup untuk melindungi tubuh kecilku dari sinar matahari. Sempurna! Aku akan duduk di sini, gumamku. Aku turun dari sepeda dan meraih sketchbook beserta alat tulisku. Sambil menatap air danau yang sederhana, imajinasiku berpetualang. Ia menembus permukaan danau, berenang perlahan menuju dasar. Penasaran, apa yang dapat ia lihat di bawah sana?

Sinar matahari berangsur-angsur melembut. Rupanya sudah sekitar satu setengah jam aku membiarkan pikiranku mengeksplorasi danau ini. Halaman sketchbook yang sedari tadi terbuka pun sudah tak polos lagi. Temanku, si pensil, telah melaporkan hasil petualangan imajinasiku pada lembar sketchbook itu. Mataku masih asyik memerhatikan lembaran tersebut, kira-kira apa yang kurang ya? pikirku. Lalu, aku tersadar ada sebuah suara yang mengarah padaku, dari arah belakang.

Aku menoleh. "Kak! Tolong tendang bolanya ke sini, kak!" teriak seorang anak kecil yang parasnya seperti anak kelas 4 SD. Oh, ternyata ada sebuah bola sepak di sampingku. Sepertinya salah satu anak di antara mereka yang sedang bermain bola di sana sudah salah arah menendang bola ke sini. Tanpa berkata-kata, aku bangkit dari posisi dudukku dan menendang bolanya ke arah mereka. "Makasih, kak!" kata anak yang meminta tolong tadi.

Imajinasiku kembali meminta keluar. Ia tertarik dengan sebuah lapang rumput yang terletak di samping danau, yang sedari tadi aku belakangi. Ya, tempat anak-anak itu bermain bola. Sudah semakin sore, kataku kepada imajinasiku. Namun, ia tetap memaksaku untuk mendekat ke lapangan rumput itu. Akhirnya, aku membereskan sketchbook dan alat tulisku, lalu berjalan menuju sekumpulan anak yang sedang bermain bola di sana. Sebentar saja ya, kataku pada si imajinasi.

Wah! Tiba-tiba hatiku merasa takjub. Ada apa ini? Padahal ini hanyalah sebuah lapang rumput sederhana yang tidak begitu terurus, yang sedang diinjak-injak oleh gerombolan anak-anak yang asyik bermain bola. Tapi kenapa aku jadi tertarik begini?

Apakah anak-anak kecil selalu seenergik ini? Apakah bola selalu bisa melambung setinggi itu? Apakah langit selalu seluas ini? Apakah aku selalu sesenang ini, ketika melihat hal sesederhana anak-anak yang bermain bola?

Dering dari telepon genggam memecah lamunanku, dari ibu. Benar, sudah semakin sore. Hari ini mungkin cukup sampai di sini. Aku sudah menjelajahi danau dan sekitarnya, lalu menemukan lapangan rumput yang terlihat begitu menyenangkan ini. Imajinasiku baru melihatnya saja. Lain kali, mungkin akan kubiarkan ia mengeksplorasi lapangan rumput sederhana ini. Hari ini kita pulang dulu ya, gumamku.

Kakiku berjalan menuju sepeda yang masih setia menungguku hingga selesai berpetualang sore ini. Aku mengambil dan memakai topi yang sejak berangkat aku abaikan, memasukkan sketchbook dan alat tulis ke dalam keranjang, lalu mulai mengayuh sepeda. Sambil meninggalkan lapangan dan danau itu, aku tersenyum dan berbisik, terima kasih untuk sore ini!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar